REKLAMASI MELANDA BALI
Dengan dikeluarkannya perpres NO.51/2014 sebagai
pengganti perpes NO.45/2011, merupakan salah satu indikasi bahwa pemerintah
pusat ingin mengekspolitasi Bali. Banyak alasan atas peubahan perpres yang yang
dikeluarkan sebelum di revisi. Salah satu alasan yang sebagai penguat perubahan
perpres di antaranya yaitu peningkatan pertumbuhan pariwisata, ekonomi dan
pembukaan lapangan kerja. Mereka tidak menyiggung tentang menjaga budaya yang
memiliki ciri-ciri daerah yang mendapat predikat sebagai daerah atau pulau yang
menarik untuk di kunjungi. Presiden kita saat ini, jokowi dodo. Adalah sebuah
harapan bagi masyarakat daerah bali untuk menggalan proyek reklamasi teluk
benoa. ”investasi pariwisata di bali
jangan sampai merusak lingkungan, budaya dan religi di bali” tutur presiden
republik ketika bertemu relawan pasca
penggumuman kemenangan jokowi oleh KPU.
Reklamasi pada dasarnya adalah proses
pembuatan daratan baru di lahan yang tadinya tertutup oleh air, seperti
misalnya bantaran sungai atau pesisir. Kawasan baru tersebut biasanya
dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis, pelabuhan udara,
pertanian, dan pariwisata. Biasanya reklamasi dilakukan oleh negara atau kota
dengan laju pertumbuhan dan kebutuhan lahan yang meningkat pesat, tetapi
memiliki keterbatasan lahan. Metode reklamasi yang direncanakan untuk Teluk
Benoa adalah metode timbun.
Pro-kontra reklamasi
teluk benoa berawal dari SK Gubernur Bali NO.213/02-C/K/2012 (sudah di cabut) tentang reklamasi teluk
Benoa. Karena banyak pertentangan antara pemerintah dengan masyarakat maka
gubernur mencabut SK tersebut dan menggantinya dengan SK NO.1727/01-B/HK/2013. SK tersebut memuat
tentang izin study kelayakan rencana pemanfaatan, pengembangan dan pengolahan
wilayah perairan teluk Benoa. Sabtu, 17
Agustus 2013, Gubernur Bali Mangku Pastika mengatakan ”Terhitung sejak Jumat
(16/8), SK tersebut dinyatakan dibatalkan dengan melihat berbagai pertimbangan
yang ada.” Keputusan ini menjawab penolakan atas upaya reklamasi Teluk Benoa,
diperkuat rekomendasi DPRD Bali agar Gubernur meninjau ulang dan/atau mencabut
SK dimaksud.
Rupanya
Gubernur Bali tak sungguh-sungguh. Pencabutan SK itu dibarengi penerbitan SK
baru yang membuka kesempatan PT Tirta Wahana Bali International (TWBI) untuk
kembali mengupayakan reklamasi Teluk Benoa. SK terbaru bernomor
1727/01-B/HK/2013 memberi izin kepada PT TWBI melakukan Studi Kelayakan Rencana
Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa selama
dua tahun.
Teluk Benoa terletak di sisi tenggara pulau
Bali, dan yang direncanakan untuk direklamasi tepatnya adalah Pulau Pudut.
Reklamasi direncanakan seluas 838ha dengan ijin pengelolaan oleh PT TWBI selama
30 tahun, dan pembangunan berbagai obyek wisata di atasnya. PT TWBI menyiapkan dana Rp 30 triliun untuk proyek ini. Teluk
Benoa adalah kawasan konservasi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 93 Peraturan Presiden 45/2011 tentang Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita. Kawasan konservasi memiliki banyak
fungsi vital di dalam pelestarian ekosistem. Mereklamasi kawasan konservasi,
selain melanggar peraturan tersebut, juga membawa banyak dampak negatif bagi
ekosistem maupun kehidupan masyarakat sekitar. Conservation
International dalam kajian pemodelan dampak reklamasi Teluk Benoa-nya memetakan
daerah-daerah yang akan tergenang air jika Teluk Benoa yang adalah muara dari
beberapa sungai besar di Bali ini direklamasi. Data selengkapnya, silakan unduh
di sini.
Kami juga mengundang pihak Conservation International untuk memaparkan hasil
kajiannya di dalam sebuah diskusi publik
Sikap DPRD
Bali juga menunjukan adanya keingingan kuat mereklamasi Teluk Benoa. DPRD Bali
tak mau mencabut Rekomendasi pertama Gubernur untuk menindaklanjuti kajian LPPM
Universitas Udayana Bali. Bahkan ada beberapa oknum DPRD yang ngotot
mempertahankan kajian LPPM Universitas Udayana sekaligus mendorong adanya
kajian reklamasi di seluruh Bali termasuk di perairan Teluk Benoa melalui skema
APBD perubahan. Studi ini sejatinya adalah tahap awal reklamasi karena
merupakan bagian dari produk izin lokasi reklamasi.
Kebijakan-kebijakan
Gubernur dan DPRD Bali sesungguhnya mengingkari kawasan Teluk Benoa sebagai
kawasan konservasi. Padahal hukum telah tegas melarang diadakannya kegiatan
reklamasi di kawasan konservasi. Artinya larangan itu mencakup pula pada upaya
pelaksanaan reklamasi, termasuk izin Studi Kelayakan dengan dalih apapun.
Oleh karena itu, kkomunitas ForBALI (Forum
Rakyat Bali Menolak Reklamasi), mengecam tindakan manipulatif Gubernur Bali
dalam menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Bali nomor: 1727/01-B/HK/2013.
0 comments:
Post a Comment